masukkan script iklan disini
Meme capres-cawapres fiktif bernuansa humor Nurhadi-Aldo jadi populer di tengah panasnya Pilpres 2019. Hal merupakan bentuk narasi alternatif yang ditawarkan warganet (netizen) yang bosan melihat panasnya kontestasi politik.
"Narasi alternatif ini berangkat dari adanya narasi yang menjemukan dari kontestasi politik yang sedang berlangsung, yang kemudian mendorong pengguna media sosial untuk menawarkan narasi alternatif," kata akademisi dari Universitas Jenderal Soedirman, Edi Santoso seperti dikutip Antara.
Dosen Magister Ilmu Komunikasi, Universitas Jenderal Soedirman ini menambahkan fenomena Nurhadi-Aldo ini, menandakan beberapa hal.
Pertama, pada era digital ini, suara akar rumput mendapat tempat sementara pada era kejayaan media massa, kendali sepenuhnya ada di tangan penguasa atau pemodal yang mempunyai media.
"Sekarang, 'media' adalah kita. Media sosial memberikan peluang akses bagi siapapun untuk bersuara di ruang publik," tuturnya.
Ketika muncul narasi satir Nurhadi-Aldo, kata dia, maknanya bisa beragam. Bisa dimaknai sebagai sebuah ekspresi kritik, alternatif atau bahkan dianggap "nyinyir".
Bahkan, mungkin saja menjadi inspirasi bagi para kontestan sesungguhnya di dunia nyata. Dan yang menarik adalah pesatnya popularitas pasangan capres-cawapres fiktif tersebut.
Dia menambahkan, terlepas dari aspek politik, kemunculan Nurhadi-Aldo adalah kreativitas netizen yang menarik.
"Inisiatornya tahu persis bagaimana cara menarik perhatian netizen. Formulasinya sih standar, unik, lucu, nyambung dengan fenomena kontemporer. Nah, kita lihat, mau dibawa kemana kemudian narasi Dildo ini, apakah untuk kepentingan ekonomi, atau politik, atau tidak keduanya?" ujarnya.
Dalam ilmu komunikasi, terdapat perspektif post strukturalis, di mana pada akhirnya makna yang dimunculkan itu beragam atau polisemik dan tergantung pada persepsi masing-masing.
"Kita sulit mengobjektivikasi atau memprediksi makna. Kita lihat saja, bagaimana pesan-pesan Nurhadi-Aldo ini berdinamika dengan perkembangan politik yang kian memanas ini," imbuhnya.
Dia juga menambahkan, sejauh ini, akun Nurhadi-Aldo masih positif, memberikan ruang relaksasi bagi warganet yang terpapar konten keras politik.
"Politik tak melulu harus panas. Kadang perlu kita olok-olok, kita candain, biar asyik," ucap Edi soal Nurhadi-Aldo.
"Narasi alternatif ini berangkat dari adanya narasi yang menjemukan dari kontestasi politik yang sedang berlangsung, yang kemudian mendorong pengguna media sosial untuk menawarkan narasi alternatif," kata akademisi dari Universitas Jenderal Soedirman, Edi Santoso seperti dikutip Antara.
Dosen Magister Ilmu Komunikasi, Universitas Jenderal Soedirman ini menambahkan fenomena Nurhadi-Aldo ini, menandakan beberapa hal.
Pertama, pada era digital ini, suara akar rumput mendapat tempat sementara pada era kejayaan media massa, kendali sepenuhnya ada di tangan penguasa atau pemodal yang mempunyai media.
"Sekarang, 'media' adalah kita. Media sosial memberikan peluang akses bagi siapapun untuk bersuara di ruang publik," tuturnya.
Ketika muncul narasi satir Nurhadi-Aldo, kata dia, maknanya bisa beragam. Bisa dimaknai sebagai sebuah ekspresi kritik, alternatif atau bahkan dianggap "nyinyir".
Bahkan, mungkin saja menjadi inspirasi bagi para kontestan sesungguhnya di dunia nyata. Dan yang menarik adalah pesatnya popularitas pasangan capres-cawapres fiktif tersebut.
Dia menambahkan, terlepas dari aspek politik, kemunculan Nurhadi-Aldo adalah kreativitas netizen yang menarik.
"Inisiatornya tahu persis bagaimana cara menarik perhatian netizen. Formulasinya sih standar, unik, lucu, nyambung dengan fenomena kontemporer. Nah, kita lihat, mau dibawa kemana kemudian narasi Dildo ini, apakah untuk kepentingan ekonomi, atau politik, atau tidak keduanya?" ujarnya.
Dalam ilmu komunikasi, terdapat perspektif post strukturalis, di mana pada akhirnya makna yang dimunculkan itu beragam atau polisemik dan tergantung pada persepsi masing-masing.
"Kita sulit mengobjektivikasi atau memprediksi makna. Kita lihat saja, bagaimana pesan-pesan Nurhadi-Aldo ini berdinamika dengan perkembangan politik yang kian memanas ini," imbuhnya.
Dia juga menambahkan, sejauh ini, akun Nurhadi-Aldo masih positif, memberikan ruang relaksasi bagi warganet yang terpapar konten keras politik.
"Politik tak melulu harus panas. Kadang perlu kita olok-olok, kita candain, biar asyik," ucap Edi soal Nurhadi-Aldo.